Selasa, 29 November 2011

UN

UJIAN NASIONAL
Masalah Ujian Nasional (UN) tiap tahun selalau ramai dibicarakan, mulai dari persiapan siswa dengan berbagai bimbingan belajar, orang tua degan menyiapkan materi untuk mendukung para putranya, pihak sekolah dengan berbagai penganyaan dan uji coba UN, pemerintah dengan memberikan materi pokok UN, masyarakat dengan katentuan/syarat pelulusan yang sangat memberatkan.
Masyarakat luas mengharapkan UN tidak dilaksanakan karena merugikan (jika ada siswa yang tidak lulus, termasuk merugikan pihak sekolah karena banyak yang tidak lulus). Saya sudah tidak asing dengan Ujian Nasional karena istilah itu sudah saya rasakan sejak tahun 1990-an ketika membuka lembaga pendidikan keterampian (kurususan) sampai sekarang.
Suatu lembaga “kursus” dikatakan baik adalah lembaga kursus banyak meluluskan warga belajarnya pada ujian nasional, bukan saja banyak warga belajar yang mendaftar. Apabila suatu lembaga “kursus” tiap tahun mengikuti Ujian Nasional (biasanya satu tahun 2 atau 3 kali UN) maka lembaga kursus tersebut dapat diakreditasi, dan yang lulus akreditasi minial B maka akan mendapatkan bantuan dari Pemerintah. Selain lembaganya diakreditasi para pengajarnya pun harus punya sertifikat Sumber Belajar tingkat Nasional bahkan sampai punya sertifikat penguji tingkar nasional.
Jadi saya tidak asing lagi dengan akreditasi di lembaga pendidikan formal, bahkan dengan sertifikasi guru. Yang jadi pertanyaan saya adalah “Mengapa lembaga pendidikan fomal baru sekarang diakreditasi, mengapa gurunya disertifikasi sekarang, mengapa istilah Ujian Nasional baru juga sekarang? Mengapa istilah-istilag itu diambil dari pendidikan nonformal?”
Tentang Ujian Nasional saya tetap berpendapat harus tetap dilaksanakan, hanya dalam “rumus” pelulusan tidak harus seragam, tiap sekolah bisa memililih kriteria pelulusan yang tepat. Kriteria “rumus” pelulusan tersebut ditentukan oleh pemerintah (hal ini pernah dilakukan ketika Ebtanas terkahir diberlalukan).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar